Senin, 11 November 2013

Obrolan ringan di mobil pick up

Hari sudah sore ketika kami tiba kembali di Basecamp pendakian gunung Papandayan. Kaki ini rasanya sudah lelah sekali. Gw termasuk yang terakhir tiba, langsung menuju warung tempat teman-teman beristirahat. Jatuhkan ransel lalu duduk sambil ngurut-ngurut betis. saat yang bersamaan, deli dan ajo memesan makanan, gw langsung ikutan mesen nasi goreng dan teh manis panas. Gak perlu waktu lama untuk menghabiskan nasi gorengnya, maklum saja kami memang belum makan siang. Perut kenyang, gw pun beranjak ke kemar mandi untuk membersihkan badan.

Kelar mandi, ternyata pick up sudah tersedia, gw pun bergegas untuk packing lagi dan menaikan ransel ke dalam pick up sementara Deli beranjak ke pos untuk melapor. Naik pick up rame-rame sebetulnya seru banget namun badan yang letih ini membuat gw memilih untuk duduk manis di depan (eh tp ini juga udah minta ijin ke temen2 yg lain loh).

Awalnya gw bener2 niat untuk memejamkan mata, sebentar, lumayanlah... tapi eh tapi, gw malah asik ngobrol dengan pak supir pick up yang membawa kami kembali ke kota.

Adalah pak Dede, sudah 2 tahun beliau berprofesi sebagai pengemudi pick up yang setia mengantar para pendaki menuju basecamp gunung papandayan. Obrolan ringan kami berawal dr pertanyaan yang menurut gw gak banget deh.

Pak dede: neng itu pacarnya yang mana?
gw: pacar siapa pak??? yang mana apa maksudnya?
pak dede: iya itu kan di belakang banyak tuh cowoknya, pacarnya neng yang mana?
gw: nguahahahahhahahahahha, enggak ada pak. Semuanya cuma sahabat aja, lagian kebetulan kita ini konvoi       jombloers alias lagi pada single semua pak.

Nah gak banget kan tuh.. wakakakakakakka, eh ini belum selesai loh, masih ada lanjutannya.

Pak dede: neng jangan lama-lama sendiri, emang gak mau punya pacar?
Gw: ya mau lah pak, tp emang belom jodoh gimana dong, lagian ya sekarang mah nikmatin aja, enak sendiri
       juga pak, bebas kemana-mana. Dulu pas punya pacar malah gak bisa kemana-mana karna dilarang (            kan malah curhat kan gw jadinya)
Pak dede: dulu juga saya pikirnya gitu neng, sendiri itu enak, bebas.. mau pergi kemana juga bisa tp setelah                   nikah malah mikirnya jd beda. Kalo sendiri nih, uang 100.000 ribu juga abies sendiri gitu aja, tp                     kalo pas dah nikah, biar kata uang 10.000 di habisin sama anak bini itu seneng banget loh.                             keluarga tuh jadi segala-galanya.

Berikutnya gw lebih banyak jd pendengar sementara pak dede terus ngasih wejangan ke gw. Pak dede banyak merasakan asam garam kehidupan. Beliau memang orang asli daerah sekitar papandayan. namun ketika muda banyak menghabiskan waktu justru dengan merantau. Beliau pernah 6 tahun menjadi TKI di Arab Saudi. Disana ia menjadi sopir mobil pengangkut minyak. Daerah jajahannya pun meluas hingga ke Qatar. Ia terbiasa membawa truk melewati kota-kota hingga padang pasir. Dalam sebulan ia menerima gaji bersih sebesar 7.5 juta rupiah yang ia langsung kirimkan ke rumah. Sedangkan untuk bertahan hidup di arab, ia mengandalkan uang trip dan makan. Biasanya satu kali trip ia akan memperoleh minimal 100 real, sedangkan uang makan junlahnya disesuaikan dengan jarak yang ditempuh. Cuaca di Arab memang tidak sesejuk di Indonesia. Triknya adalah memakai pakaian tertutup. Biasanya pak Dede akan memakai pakaian lengan panjang. Nah disini keajaibannya, kain akan membuat kulit lebih sejuk.

Gw juga sempet menanyakan bagaimana perlakuan orang-orang disana terhadap para TKI. Pak dede menajwab dengan cukup diplomasi, "ya itu seperti yang ada du tivi dan koran". Penah denger kasus ****** (pak dede menyebutkan nama seorang TKW yang tewas di hukum mati di Arab, dan gw lupa namanya).
Ia merasa cukup beruntung mendapatkan majikan yang baik. Ia pun pernah menyempatkan diri untuk melakukan umroh dan haji. Mumpung lagi disana katanya. Untuk menunaikan haji atau umroh biayanya tidak mahal. Waktu itu ia mengeluarkan dana sekitar 2000 real dan mendaftarkan diri ke sebuah masjid yang memang dikelola oleh KBRI Arab. "Jauh dari keluarga itu gak enak" katanya. Walaupun gajinya disana besar namun bukan berarti bisa membuat kelaurga bahagia. Untuk bisa pulang kampung saja itu minal hanya 2 tahun sekali, untuk itupun minta izinnya susah sekali.

Setelah 6 tahun, Pak Dede kembali ke Indonesia. Waktu itu ia berniat membawa keluarganya untuk turut serta hijrah, namun justru sang istri tidak membolehkan. Menurutnya walaupun tidak bisa makan sekaliapun karna gak punya uang gak apa-apa asalkan ngumpul sekeluarga. Maka ia pun mengambil keputusan untuk menetap di kampung sekitar papandayan, menghanguskan tiket pesawat dan memulai usaha.

Hasil merantau selama 6 tahun membuahkan 4 buah mobil pick up. 1 mobil ia bawa sendiri, 1 mobil dibawa anak tertuanya sedangkan yang 2 ia sewakan. Ia pun sudah membagi-bagi dengan cermat, mobil yang ia bawa, penghasilannya ia khususkan untuk makan sehari-hari keluarga, mobil ke 2 ia khususkan untuk penghaasilan anaknya dan menantunya, 1 mobil ia khususkan untuk penghasilan yang akan diberikan kepada kedua orangtua edangkan mbil terakhir ia gunakan sebagai tabungan masa depan menyekolahkan putra sulungnya.

Saat ini ia pun tengah menyekolahkan sang menantu untuk menjadi perawat. Ia tidka merasa sayang, karena pendidikan baginya cukup penting. Ia berkaca pada dirinya sendiri. Menurutnya jaman sekarang ini, minimal harus lancar bahasa inggris. Ia pernah hampir saja berangkat ke Kanada untuk bekerja di perusahaan minyak. Sudah wawancara cuma karena kurang lancar bahasa Inggris, ya gak jadi.

Yang hebatnya, ia sudah mempersiapkan rumah untuk anak-anaknya. Ia bilang ini sudah tugas orang tua. Jadi ketika nanti sang anak menikah maka sang anak gak perlu susah ngontrak segala. Buatnya kerja itu dibuat senang aja. 2 tahun menjadi pengemudi pick up ia nikmati betul. Jalan yang berlubang disana-sini ia tempuh tanpa mengeluh. Dalam sehari ia bisa 2 sampai 3 kai bolak balik, apalagi kalau 17 agustusan, libur lebaran atau tahun baru, bisa 5-6 kali ia bolak-balik. Biasanya setibanya dirumah, ia hanya akan meneggak 2 merek obat penghilang linu lalu tidur. Ia juga berpesan ke gw agar kita bisa selalu bersyukur sama apa yang kita punya, jangan lupa pisahkan yang mana hak kita, dan yang mana hak orang lain (ini mesti zakat maksudnya).

Ya begitulah inti obrolan gw dan pak Dede selama di Pick up. Setidaknya ini yg masih gw inget hehehehhehehe. Obrolan santai ini diakhiri dengan ucapan selamat jalan dari pak Dede, dan bilang kalau ke papandayan lagi, nanti mau diajak main ke rumahnya, katanya biar bisa liat kehidupan orang-orang sekitar gunung. hehehhehehehe











Tidak ada komentar:

Posting Komentar