Selasa, 30 Juli 2013

Blind Travel 2 : Games brutal ala BPC

Day 1(14 November 2012): the adventure is begun! 
Hari itu game blind travel akhirnya dimulai. Saat yang kami tunggu-tunggu sejak lama. Blind travel adalahs ebuah game brutal yang digagas oleh komunitas Backpacker Jogja dan jabodetabek. Slogannya yang brutal menjadi tantangan tuk bisa menyelesaikan permainan ini dengan aman dan selamat. Rasanya andrenalin dalam tubuh bergejolak ketika membayangkan perjalanan yang tidak diketahui arahnya, ketemu dengan orang-orang baru dan disitu lo akan belajar berbagai macam karakter dan aduan nasib menjadi satu visi mencapai tujuan dan kembali dengan selamat. Gak mudah, namun seru!! 



goodybag yg dibagiin panitia, lumayanlah


Pada awalnya kami para peserta diminta untuk bertemu di pelataran monas sebagai titik pertemuan, namun apalah daya gerimis mengundang nampaknya belum mau berhenti dan mengharuskan panitia memindahkan acara ke stasiun Gambir. Sekitar jam 9 malam, peserta pun mulai berdatangan dengan berbagai gembolannya, serta rasa penasaran bagaimana permainan ini sesungguhnya. Total ada sekitar 19 peserta yang dibagi menjadi 6 kelompok, dan kami berada dikelompok 3 yang dikenal sebagai kelompok kelas berat (ini karna emang tubuh kami yg besar2) terdiri dari Duta, Uci dan Nizma... (DUN). Pengundian peserta secara acak ini membuat kami bahkn tidak mengenal teman-teman kami satu tim. Tapi justru di situ tantangannya...

 Kelompok kelas berat

 suasana brifing peserta


 di kocok yuk di kocok... pengundian peserta

 seluruh peserta foto keluarga dulu

Gambir - Lapangan Siburai

Setelah urusan undi mengundi selesai, kami pun mendapatkan uang sebesar 20 ribu per orang beserta Intruksi "Ok, kita ketemu di lapangan Siburai yah besok jam 9 pagi.. selamat jalan"

Njiir dimana pulak itu Lapangan Siburai, jam 9 pagi pulak... keknya emang harus panggil awan kinton nih :hammer. Setelah berkonsultasi dengan mbah gugel kami pun melangkahkan kaki ke luar stasiun dengan perasaan gamang dan mulai putar otak bagaimana caranya mencapai Lapangan Siburai yang di Lampung itu hanya dengan modal 20ribu. 

Kegilaan pertama dimulai dengan berjalan kaki dari gambir ke harmoni, setelah itu... HITCHING!! keknya cuma itu satu-satunya cara..... ;hopless

 Ternyata di deket harmoni ada bank lampung (anggep aje udah di lampung :hammer)

Usaha pertama Hitching !!

Hitching pertama kita mendapatkan mobil toyota pick up berplat putih yg masih disampul bersih, kami dengan 1 kelompok lain naik dg hati-hati, mobil anyar bho', si supir (pak John) yg baik hati dan sopan meminta kita melepas alas kaki. Setelah ngobrol sana sini ternyata beliau orang medan yg sudah 3 tahun bekerja supir mobil 'propit', kali Ini beliau akan mengantarkan mobil yg kami tumpangi ke pekan baru, langsung mata kami berbinar... MERAK?? LAMPUNG?? 

naik pick up baruuu lewat jalan Toll... wuiiihhhh lumayan bisa molor bentar


Sayang beliau begitu khawatir tuk membawa kami diatas kap terbuka di dalam tol, Kami pun tdk ingin memberi masalah ke beliau, namun 3x negosiasi membuat beliau  bersedia membawa kami sampai rest area cikupa. Dari saran beliau lah kita tahu, mobil2 propit yg menuju sumatra pasti mau menerima penumpang, dan... Pasti jauh lebih nyaman krn mobil anyar meski AC tidak digunakan. 

foto bareng pak john dan kelompok sebelah


Di Rest Area Cikupa kami berkeliling untuk coba  mencari tumpangan, dari innova berplat putih yg supirnya entah dimana, rombongan off road, truk sampai akhirnya kami mendapatkan propit suzuki ertiga! Sang supir, pak Butar-butar, jg sudah 3 tahun bekerja seperti itu, biar beliau tidak seramah pak John, tapi okelah!! Kami pun terus memasang muka masa bodo dan tebal tuk bisa naik ke kapal ferry tanpa mengeluarkan ongkos, dan berhasiiillll...!! Diatas kapal kami manfaatkan waktu tuk beristirahat, bermodalkan 5000 kami bisa mendapatkan tikar tipis yg disediakan di samping ruang navigasi. Tikar tipis itupun akhirnya menjadi alas kami untuk melepas lelah alias molorrr..

 Nebeng dong


 lagi2 dapet mobil baruuuuuu

 Antrian di Merak yg membuat kami terjebak sekitar sejaman

 Lapak darurat di atas kapal demi bisa molor

biar kata belom mandi yg penting begaya dulu ah

Jam 6 pagi kami tiba  di bakauhuni kami mencari masjid tuk dapat bersih-bersih alakadarnya, ini juga salah satu strategi kami. sambil numpang bersih-bersih kami sempat tanya-tanya ke warga sekitar tentang lokasi lapangan siburai. namun lagi-lagi kami mendapatkan kenyataan bahwa ongkos kesana itu MUAHHHHAAAllll.. dan mau gak mau yaaaa harus hitching lagi.

Berbekal  informasi seadanya  yg kami dapat maka kami pun melangkah keluar pelabuhan menuju sebuah pos polisi di perempatan pelabuhan dengan tak lupa membawa  kertas yang tertulis: LAPANGAN SABURAI... NEBENG DUNK!! 

Sepuluh menit kemudian, penghuni asli pos tersebut datang datang mobil patrolinya, dan menjadikan semua propit enggan tuk melipir. Sebenernya mereka mau karena nyatanya, mereka berhenti di radius 100m dari kami, ternyata mereka takut dengan adanya pak polisi. Kami pun segera pasang muka melas dan mencoba menceritakan kondisi kami saat itu dengan sedikit lebay.

Akhirnya perjuangan dan kesabaran kami pun berbuahkan hasil, mobil patroli satlantas meluncur depan kami distopkan oleh sang polisi, ditanya-tanya ternyata mobil pattoli propit mengarah lampung barat yg melewati bundaran rajabasa.

Nebeng dong!!!
Pak kasian pak ...


Atas perintah mereka naiklah kami ke atas mobil, pak supir (Ripun) sangat baik, sopan dan pendiam. Kami pun tertidur selama perjalanan diatas Ford double cabin baru itu tanpa berdosa. 

Mobill polisi baruuuuuu



 Menikmati perjalanan
 Mejeng dulu sama pak Supirnya

Polisi, Melindungi dan Mengayomi Masyarakat



Sesampainya di putaran rajabasa kami berhenti dan menyambung perjalanan dengan angkot 3000 per orang, pahitnya kami dibohongin oleh sang supir angkot, baik jumlah ongkos yg di mark-up sampai diturunkannya kami bukan di tempat yg semestinya. Alhasil jalan kaki menjadi akhir pilihan, karena kata tukang ojeg di bundaran lanjut jalan kaki dr ramayan hanya 300m, kami pikir benar 300m ternyata 3km!! Makanya jangan percaya deh kalo dibilang deket... deketnya orang lokal itu BEDA loh sama deketnya kita... Ya udahlah anggep aja City Tour.. iya gak



 SELAMAT DATANG DI BANDAR LAMPUNG



Jauh jauh ke lampung nemuya emol juga :hammer


Setibanya kami di gor siburai makan siang sudah menunggu. Kami adalah tim ke 2 yang datang. Hal pertama yang dilakukan adalah mengklaim stok air mineral panita menjadi hak milkk pribadi.  Memindahkan bergelas-gelas air mineral ke botol minum kami menjadi kegiatan pertama yg kami lakukan. Saat itu kemi fikir kemanapun destinasinya nanti, persedian air pasti dibutuhkan. Hasil pengundian mengharuskan kami melangkahkan kaki kebagian lain provinsi ini. 


kami siap melanjutkan perjalanan.. uyeeeeee (dan lagi-lagi gak mandi wakkakakak)


DAY 2: LETS GET LOST!

Setelah mandi mandi cantik (gw sih gak mandi yeee), makan siang dan solat kami pun mulai perjalanan kami kembali. Menurut pak polisi, untuk menuju gunung pesagi kami harus melalui liwa. Dari liwa, aksesnya lebih mudah. Kami pun segera pergi ke halte bus trans lampung dengan tujuan rajabasa. Selama perjalanan kami sempat ngobrol dengan kondektur yang banyak tau mengenai trayek bus di dalam kota lampung. 


santai di trans lampung


Jarum jam menunjukkan angka 2.30 ketika kami tiba di terminal rajabasa. Kantor polisi adalah yang kami tuju, namun pos polisinya kosong jadi kantor dishub lah sasaran berikutnya. Seorang pegawai dishub menemui kami dan mengatakan bahwa saat itu masih banyak bus menuju ke liwa dan akan membantu mencarikannya. Tp harapan tinggal harapan, bus menuju liwa sudah habis dan kalaupun ada itu malam dengan jadwal yang tidak pasti. Kesel, bete dan marah rasanya. Tidak mau berspekulasi kami pun memutuskan untuk hitching. 




 Terminal Rajabasa

di php in sama petugas dishub (huff banget)


Kami keluar dari terminal dan menju ke arah bundaran rajabasa. Jaraknya deket itu kata orang lokal tp ternyata jauh banget (sekali lg jangan percaya deh kalo dibilang jaraknya deket).  Di bunderan rajabasa kami mulai hitching tp nampaknya keberuntungan belum berpihak. Ujung ujungnya kami curhat sama seorang calo disana. Beliau menolong kami bernegosiasi hingga kami mendapatkan travel menuju liwa dengan harga hany 40 ribu rupiah saja, lebih murah jika dibandingkan harga normal sebesar 65rb. 



Perjalanan panjang kamj isi dengan ngobrlol bersama dengan penumpang lain. Adalah eca seorang wanita asli lampung yang tinggal di kota singkawang. Ajakan untuk mengunjungi singkawang pun terlontar. Topik obrolan pun beragam, mulai dari budaya hingga politik.


akhirnya bisa makan enak juga .........

Memasuki daerah lampung barat, kami pun kena razia. Kegiatan razia oleh polsek lampung barat dilakukan hampir setiap malam apalagi setelah adanya kerusuhan antar warga beberapa waktu lalu.


Liwa merupakan sebuah kota tua di lampung ini. Menurut cerita dari bapak supir travel, di sinilah asal muasal suku lampung. Di sini juga terdapat sebuah keraton yang masih mempertahankan tradisi hingga saat ini. Walau sebenernya raja yang memerintah tidak lagi berdomisili di lampung. Setiap lebaran keraton mengadakan open house yang dihadiri warga kampung.



Tiba di liwa kami menuju mesjid, menyiapkan lapak tuk beristirahat malam ini, usai shalat kami menghimpun cerita menjadi kicauan malam di malam satu syuro. 


 Lapak-lapak cantik siap ditiduri (ini bahasanya ambigu nih)


Tak ada hotel, masjid pun jadi... yg pentng bisa MOLOOOORRRR


DAY 3: ENJOY THE JOURNEY


Ayat quran terdengar keras membangunkan kami dari dinginnya pagi, panggilan tuk menunaikan ibadah pagi terpenuhi, semua jamaah menanyakan tujuan kami dan tampak wajah mengiyakan tanpa heran tersurat kami dapati satu per satu sewaktu kami berkata; "mau ke gunung pesagi."



Karena kami kelompok kelas berat dan keterbatasan waktu, sehingga tidak begitu meniatkan diri untuk sampai di puncak gunung hari ini. Maklum dengan besarnya badan ini, sudah pasti kami kehabisan nafas. Bangun siang, mandi pagi (eh mansi siang deh), charging gadget dan berkemas kami nikmati pagi ini sampai jam 8 pagi. 





 foto di depan hotel..eh mesjid

cedera


Keluar masjid, kami mulai mencari-cari arah dan angkutan sampai tibalah kami melihat truk angkutan tambang yg keluar dr kandang. Tanya punya tanya ternyata mereka sampai ke pertigaan sebelum masuk desa bahwan / bahuan, segeralah kami naik tuk tiba disana. Katanya sih dr sana itu sudah deket ke lokasi gunung pesagi (plisss jangan percaya)..
numpang truk (dan ketauan nyokap... dan diomlin pulak)

Sesampainya di pertigaan kami lagi-lagi harus memberdayakan jempol, karena tidak ada angkot kesana dan ongkos ojek yg mahal, Setelah cukup lama berusaha kami pun melihat sedan suzuki silver kami pun segera menyetopnya, meski hanya bergerak tidak lebih dari 500 m kami pun naik dan bercerita mengenai tujuan, kondisi dan permainan ini. Pak Harry, sang pemberi tumpangan, sangat membantu kami dengag menjamu kami di rumah keluarganya sampai bercerita apa dan bagaimana gunung pesagi dan bagaimana cara menuju kesana. 





Beliau bercerita bagaimana  menuju puncak pesagi serta kisah budaya dan sistem perekonomian masyarakat setempat sampai pada perpolitikan di Lampung Barat dan Indonesia. Dari beliau kami mengetahui bahwa LIWA adalah kota WALI sehingga sangat disucikan, konon tempat para wali konfrensi di zamannya. Kotanya indah, bersih, cantik, rapih, aman dan... penuh kenangan, sama dengan slogan ibukota kabupaten lampung barat ini, sampai katanya nih perampok pun tidak berani beraksi disini. Dari obrolan singkat ini kami pun menyimpulkan Pak Herry memang orang hebat, berwawasan, supel dan ramah, sampai akhirnya beliau bersedia membantu membayarkan ojeg kami menuju ke warung desa bauhan, pintu masuk pendakian, sebesar 100 ribu. 




 Memulai pendakian kami salah arah, jalan yg kami tapaki 5 km ini menjauhkan kami dari post 1gunung pesagi. Tapi semua tetap kami nikmatin, foto-foto, minum-min dibawah pohon, sambil bercerita merupakan cara kami menikmati perjalanan. Berbalik arah ke tempat semula menuju persimpangan jalan setapak pintu masuk gunung pesagi, uci dan duta berpisah dg nizma disini, karena kaki nizma yg luka sehingga mereka berdua sajalah yg naik ke gunung untuk mendapatkan foto plang gerbang masuk gunung dan post 1. 











 Awal pendakian Jalur masih berupa jalan aspal sempit yang juga dilalui motor besar. Tak lama berjalan kami menemukan sebuah bangunan seperti pos atau menara pandang disana kami sempat beristirahat dan berfoto. Menurut seorang warga di dekat sana, bangunan itu dinamakan vila 1. Disana ada 2 vila yang letaknya tidak berjauhan. Dari vila kit bisa melihat keindahan kota liwa dari atas. Jalur pendakian berikutnya jalan tanah.




Epilog

 Skenario pendankian kali ini adalah berjalan hingga menemukan pintu gerbang. Kami fikir dimana ada pintu gerbang, disana ada pos perijjnan dimana terdapat petugas yang dapat kami wawncarai seputar gunung ini. Namun ternyata kami salah, me urut warga jalur tersebut berakhir di perbatasan, yaitu tanah lapang yang membatasi perkebuna warga dengan hutan lindung dan jalur pendakian menuju puncak. 



Perjalanan kami teruskan dengan jalur yang menanjak. Di sepanjanh jalur kami menemui beberapa rumah warga yang kosong. Ditengah perjalanan hujan pun turun. Kami pun langsung teringat cerita dari pak heri dan kami praktekan. Kami coba berenti dan berkata bahwa kami datang tidak punya maksud jelek. Niat kami hanya ingin menikmati keindahan alam saja. Tidak berapa lama kemudian hujan pun berhenti.


 Setelah hampir 3 jam mendaki, kamj menemukan sebuah rumah. Kami sempat berbincang bincang dengan pemiliknya. Beliau adalah seorang transmigran dari ponorogo yang memiliki perkebunan kopi di sana, hebatnya untuk memenuhi ke kebjtuhan pasokan listrik beliau memproduksikannya sendiri dengan menggunakan kincir air. beliau juga menyarankan kami untuk berjalan hanya sampai masjid saja karena jarak dr tempat kami ke perbatasan masih sangat jauh. Diapun sempat mengajak kami untuk melihat kincir airnya namun kami menolaknya dan tetap berjalan menuju masjid. 




Tiba dimasjid kami bertemu dg sekelompok pendaki yg sedang beristirahat, pak astaman dan rombongannya baru saja turun dr puncak, mereka pun mendaki memakan waktu 6 jam tuk sampai puncak, sehingga mereka pun menganjurkan kami untuk tuk turun segera bersama. 







 Pak Astaman pun sempat menunjukan gambar keadaan puncak gunung kepada kami.


 Ternyata pak astaman membawa kendaraan pick up ke bauhan dan desa wonosobo dimmna mereka berasal searah dengan tanjung setia, dapatlah tebengan sampai meeting point berikutnya.







 "tidak ada kebetulan di dunia ini, semua terjadi atas ketentuannya, sesuai pada hukum sebab dan akibat" 

Salam backpacking!  
DUTA, UCI, NIZMA


                                                  sharing pengalaman sesama peserta







 THE TEAM



 kelompok 1
 kelompok 2
 kelompok 3
 kelompok 4
 kelompok 5
 kelompok 6

PANITIA



“TIDAK ADA PEJALAN YANG PALING BAIK, SEMUA PUNYA CARA MASING-MASING”


nb: tulisan ini adalah hasil karya saya dan nizma sebagai FR blindtravel 2. lengkapnya bisa dilihat disini