Setiap
kali bertemu dengan pejalan lain baik itu saat kumpul-kumpul maupun saat
berpapasan di jalan, pertanyaan yang
kerap terlontar adalah “sudah kemana saja?”. Pertanyaan sederhana yang akan
mungkin sulit dijawab buat para pejalan pemula atau akan menjadi pertanyaan
favorite bagi pecandu jalan yang sudah menginjakkan kakinya ke penjuru dunia.
Buat
saya itu masih menjadi pertanyaan yang sulit di jawab. Mungkin bisa dibilang
saya ini pemula. Bisa jadi saya hanya akan menjawab “saya belum kemana-mana”. Saya
kadang terkesima oleh cerita teman-teman pejalan lain tentang destinasi di
kota2 di luar sana atau berbagai foto yang berseliweran di media sosial.
Kita
kadang dengan senang hati akan membagi pengalaman jalan ke berbagai kota lain,
membanggakan berbagai destinasi di kota-kota lain, namun bagaimana dengan kota
kita sendiri. Kota kelahiran atau kota tempat tinggal dan beraktifitas.
Sudahkan kita mengenal kota kita sendiri?
Sebagai
contoh kasusnya seperti ini, kalian yang
tinggal di Jakarta, pasti sudah tahu jalan jenderal sudirman, Jalan yang sering
sekali kita lewati, atau bahkan mungkin kita bekerja di salah satu gedung
pencakar langit disana. Pertanyaan berikutnya adalah “ Apa yang ada di pikiran
kalian saat mendengar jalan jendral Sudirman” Atau kita buat lebih panjang,
jalan jendran sudirma-thamrin-medan merdeka barat- dan gajahmada?”
Mungkin
jawaban pertama yang keluar adalah MACET. Jalan ini memang menjadi titik utama
kemacetan di jakarta apalagi jika memasuki jam-jam masuk dan pulang kerja.
Tidak heran karena jalan ini merupakan jalan protokol atau jalan utama yang
masuk ke dalam segitiga emas bisnis di Jakarta.
Lantas
sampai disitukah kita berkenalan dengan jalanan ini?????
Jalan-jalan
yang disebutkan diatas tadi sesungguhnya sudah ada sejak lama, bahkan jauh
sebelum kita lahir namun mungkin nama dan bentuknya saja yang berubah seiring
perkembangan zaman. Jika saja kita bisa melihat dari sudut pandang yang sedikit
berbeda, bisa jadi jalanan itu akan menjadi destinasi yang menarik untuk kita
telusuri.
Melihat
ke ujung jalan Sudirman kita bisa menemui patung Pemuda membangun, lalu kawasan
komples olahraga Senayan, Jembatan Semanggi, Bunderan HI, gedung Wisma
Nusantara, Pusat Perbelanjaan Sarinah, Gedung Bank Indonesia, Patung Jenderal
Sudirman, patung Mh. Thamrin, Monumen Nasional, Patung Arjuna Wiwaha, Museum
Nasional, Kawasan Harmoni, Kompleks Istana Presiden, Bekas lokasi Hotel des
Indes, Kanal yang membelah jalan Gajah Mada dan Hayam Muruk, Gang Madat, Gedung
Arsip nasional, Chandranaya, kawasan Glodok dengan petak sembilannya dan juga
kawasan kuliner gloria dan berakhir di Kota Tua.
Contoh
lain adalah kawasan menteng. Kawasan ini sebetulnya salah satu spot favorite
saya. Siapa yanag tak kenal Menteng. Kawasan perumahan elit ini berada tepat di
jantung ibukota. Lokasinya yang strategis membuatnya kerap dilalui kendaraan,
dan menjadi jalur pilihan untuk menuju ke lokasi lain. Kita sebagai warga
Jakarta pasti pernah melewati menteng, namun sebenarnya Menteng juga kaya akan objek menarik. Menjelajah kawasan ini bisa dimulai dari Gedung Joang
45, Mesjid Cut Mutia, Kunskring, Museum AH. Nasution, Kawsan Taman Menteng,
Taman Suropati, dan berakhir di Museum Perumusan Naskah Proklamasi.
Jadi
menurut saya pribadi jalan itu tidak perlu jauh, tidak perlu mahal dan tidak
perlu lama. Karena tak selamanya kita mempunyai kapasitas untuk melakukan
perjalanan yang ideal, namun ketika saat itu tiba, bukan berarti kita harus
berhenti untuk melakukan perjalanan kan.
Kadang-kala
justru hal di sekitar kita bisa menjadi permata tersembunyi, kalau kita bisa
melihat dari perspektif lain. Perspektif turis misalnya. Karna seringnya justru
turis asing bertandang ke indonesia ingin merasakan suasana seperti yg
dirasakan masyarakat lokal. Hal seperti
ini justru saya dapatkan juga dari sebuah perjalanan.
Pada
pertengahan 2011 saya terbang ke Bali untuk mengikuti TOT tentang Heritage
trail. Kebetulan trainernya adalah orang londo yang sudah lama bermukim di
Hongkong. Ester namanya. Dari dia saya belajar banyak tentang bagaimana
menemukan permata tersembunyi di sekitar kita. Waktu itu kami membuat peta
jelajah pusaka (heritage trail) di kota Denpasar. Kami mulai dari meneliti peta
jelajah pusaka yang dimiliki oleh teman-teman Balikuna heritage Society. Di
Peta tersebut tertera kurang dr 15 spot dimana tiap spot merupakan
bangunan-bangunan yang sarat akan nilai sejarah dan budaya abik berupa pura,
puri atau monument.
Setelah
itu kami berbagi kelompok dan mulai menjelajah berdasarkan peta tersebut.
Kegiatan menjelajah ini terus kami lakukan selama beberapa hari. Dimana setiap
malamnya kami berdiskusi mengenai hasil jelajah. Kami yang semula hanya mengikuti
peta tersebut kemudian mulai menjelajah ke tempat lain di sekitar rute. Kami
keluar masuk gang-gang kecil, blusukan di pasar hingga mencoba berbagai makanan
yang halal di jalur jelajah. Hasilnya peta jelajah yang semual hanya terdiri
kurang dari 15 spot berubah menjadi 34 spot. Kami menemukan warung rujak kuah
pindang yang enak persis di luar pura Tabanan badung, toko layangan yang keren
banget, rental motor yang bisa disewa kapan saja, Studio foto dimana kita bisa
bergaya dengan pakaian adat Bali, warung nasi Jenggo yang hanya ada kala malam
dan menjadi favorite para pengemudi truk, Toko Harmoni yang merupakan
satu-satunya bangunan bergaya art deco yang masih selamat, bertemu para penenun
kain endog justru beraktivitas di dalam puri Jero Kuta, Tipat Tahu paling
populer di seantero Denpasar, Pura Taman Beji yang terletak di tepi sungai dan
di bawah jembatan, Keindahan warna warni berpadu di pasar bunga, Pasar Badung
dan Kumbasari yang bisa jadi surga belanja, kawasan kampung arab dengan
berbagai aktivitasnya, dan yang paling asik kami menemukan toko kopi legendaris
di Denpasar.
I
surprise adalah sebutan kami untuk permata tersembunyi yang akhirnya kami
temukan, sedangkan teman saya Diah dari balikuna tak henti-hentinya berkata “oh
itu menarik ya? karena saya orang bali jadi biasa aja”
See,
bahkan objek-objek yang sangat biasa bagi kita justru sangat menarik bagi orang
lain. Jadi sekali lagi perjalanan itu tidak terbatas pada jarak atau destinasi.
Jadi mari angkat ransel dan buat peta jelajah kita sendiri, mari temukan
permata-permata tersembunyi di sekitar kita. (TEMBANGRARAS)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar