Selasa, 30 Juli 2013

Hidden Gems


Setiap kali bertemu dengan pejalan lain baik itu saat kumpul-kumpul maupun saat berpapasan di jalan, pertanyaan  yang kerap terlontar adalah “sudah kemana saja?”. Pertanyaan sederhana yang akan mungkin sulit dijawab buat para pejalan pemula atau akan menjadi pertanyaan favorite bagi pecandu jalan yang sudah menginjakkan kakinya ke penjuru dunia.

Buat saya itu masih menjadi pertanyaan yang sulit di jawab. Mungkin bisa dibilang saya ini pemula. Bisa jadi saya hanya akan menjawab “saya belum kemana-mana”. Saya kadang terkesima oleh cerita teman-teman pejalan lain tentang destinasi di kota2 di luar sana atau berbagai foto yang berseliweran di media sosial. 
Kita kadang dengan senang hati akan membagi pengalaman jalan ke berbagai kota lain, membanggakan berbagai destinasi di kota-kota lain, namun bagaimana dengan kota kita sendiri. Kota kelahiran atau kota tempat tinggal dan beraktifitas. Sudahkan kita mengenal kota kita sendiri?

Sebagai contoh kasusnya seperti ini,  kalian yang tinggal di Jakarta, pasti sudah tahu jalan jenderal sudirman, Jalan yang sering sekali kita lewati, atau bahkan mungkin kita bekerja di salah satu gedung pencakar langit disana. Pertanyaan berikutnya adalah “ Apa yang ada di pikiran kalian saat mendengar jalan jendral Sudirman” Atau kita buat lebih panjang, jalan jendran sudirma-thamrin-medan merdeka barat- dan gajahmada?”

Mungkin jawaban pertama yang keluar adalah MACET. Jalan ini memang menjadi titik utama kemacetan di jakarta apalagi jika memasuki jam-jam masuk dan pulang kerja. Tidak heran karena jalan ini merupakan jalan protokol atau jalan utama yang masuk ke dalam segitiga emas bisnis di Jakarta.
Lantas sampai disitukah kita berkenalan dengan jalanan ini?????

Jalan-jalan yang disebutkan diatas tadi sesungguhnya sudah ada sejak lama, bahkan jauh sebelum kita lahir namun mungkin nama dan bentuknya saja yang berubah seiring perkembangan zaman. Jika saja kita bisa melihat dari sudut pandang yang sedikit berbeda, bisa jadi jalanan itu akan menjadi destinasi yang menarik untuk kita telusuri.

Melihat ke ujung jalan Sudirman kita bisa menemui patung Pemuda membangun, lalu kawasan komples olahraga Senayan, Jembatan Semanggi, Bunderan HI, gedung Wisma Nusantara, Pusat Perbelanjaan Sarinah, Gedung Bank Indonesia, Patung Jenderal Sudirman, patung Mh. Thamrin, Monumen Nasional, Patung Arjuna Wiwaha, Museum Nasional, Kawasan Harmoni, Kompleks Istana Presiden, Bekas lokasi Hotel des Indes, Kanal yang membelah jalan Gajah Mada dan Hayam Muruk, Gang Madat, Gedung Arsip nasional, Chandranaya, kawasan Glodok dengan petak sembilannya dan juga kawasan kuliner gloria dan berakhir di Kota Tua.

Contoh lain adalah kawasan menteng. Kawasan ini sebetulnya salah satu spot favorite saya. Siapa yanag tak kenal Menteng. Kawasan perumahan elit ini berada tepat di jantung ibukota. Lokasinya yang strategis membuatnya kerap dilalui kendaraan, dan menjadi jalur pilihan untuk menuju ke lokasi lain. Kita sebagai warga Jakarta pasti pernah melewati menteng, namun sebenarnya Menteng  juga kaya akan objek menarik. Menjelajah  kawasan ini bisa dimulai dari Gedung Joang 45, Mesjid Cut Mutia, Kunskring, Museum AH. Nasution, Kawsan Taman Menteng, Taman Suropati, dan berakhir di Museum Perumusan Naskah Proklamasi.

Jadi menurut saya pribadi jalan itu tidak perlu jauh, tidak perlu mahal dan tidak perlu lama. Karena tak selamanya kita mempunyai kapasitas untuk melakukan perjalanan yang ideal, namun ketika saat itu tiba, bukan berarti kita harus berhenti untuk melakukan perjalanan kan.

Kadang-kala justru hal di sekitar kita bisa menjadi permata tersembunyi, kalau kita bisa melihat dari perspektif lain. Perspektif turis misalnya. Karna seringnya justru turis asing bertandang ke indonesia ingin merasakan suasana seperti yg dirasakan masyarakat lokal.  Hal seperti ini justru saya dapatkan juga dari sebuah perjalanan.

Pada pertengahan 2011 saya terbang ke Bali untuk mengikuti TOT tentang Heritage trail. Kebetulan trainernya adalah orang londo yang sudah lama bermukim di Hongkong. Ester namanya. Dari dia saya belajar banyak tentang bagaimana menemukan permata tersembunyi di sekitar kita. Waktu itu kami membuat peta jelajah pusaka (heritage trail) di kota Denpasar. Kami mulai dari meneliti peta jelajah pusaka yang dimiliki oleh teman-teman Balikuna heritage Society. Di Peta tersebut tertera kurang dr 15 spot dimana tiap spot merupakan bangunan-bangunan yang sarat akan nilai sejarah dan budaya abik berupa pura, puri atau monument.

Setelah itu kami berbagi kelompok dan mulai menjelajah berdasarkan peta tersebut. Kegiatan menjelajah ini terus kami lakukan selama beberapa hari. Dimana setiap malamnya kami berdiskusi mengenai hasil jelajah. Kami yang semula hanya mengikuti peta tersebut kemudian mulai menjelajah ke tempat lain di sekitar rute. Kami keluar masuk gang-gang kecil, blusukan di pasar hingga mencoba berbagai makanan yang halal di jalur jelajah. Hasilnya peta jelajah yang semual hanya terdiri kurang dari 15 spot berubah menjadi 34 spot. Kami menemukan warung rujak kuah pindang yang enak persis di luar pura Tabanan badung, toko layangan yang keren banget, rental motor yang bisa disewa kapan saja, Studio foto dimana kita bisa bergaya dengan pakaian adat Bali, warung nasi Jenggo yang hanya ada kala malam dan menjadi favorite para pengemudi truk, Toko Harmoni yang merupakan satu-satunya bangunan bergaya art deco yang masih selamat, bertemu para penenun kain endog justru beraktivitas di dalam puri Jero Kuta, Tipat Tahu paling populer di seantero Denpasar, Pura Taman Beji yang terletak di tepi sungai dan di bawah jembatan, Keindahan warna warni berpadu di pasar bunga, Pasar Badung dan Kumbasari yang bisa jadi surga belanja, kawasan kampung arab dengan berbagai aktivitasnya, dan yang paling asik kami menemukan toko kopi legendaris di Denpasar.

I surprise adalah sebutan kami untuk permata tersembunyi yang akhirnya kami temukan, sedangkan teman saya Diah dari balikuna tak henti-hentinya berkata “oh itu menarik ya? karena saya orang bali jadi biasa aja”


See, bahkan objek-objek yang sangat biasa bagi kita justru sangat menarik bagi orang lain. Jadi sekali lagi perjalanan itu tidak terbatas pada jarak atau destinasi. Jadi mari angkat ransel dan buat peta jelajah kita sendiri, mari temukan permata-permata tersembunyi di sekitar kita.  (TEMBANGRARAS)

Tidak ada komentar:

Posting Komentar